
Tanpa meja dan kursi, sederhana dan minim perabot. Saat saya berkunjung ke kantor The Leader (Aceh), kami hanya lesehan. Tapi dari sanalah banyak ide-ide untuk mengembangkan kapasitas pemuda Aceh muncul.
Kantor yang terletak di kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh memakai lantai sebuah dua ruko. Lantai satunya adalah tempat Hijrah Saputra, seorang inisiator Leader mengembangkan bisnisnya, baju-baju berlabel ‘Piyoh’.
The Leader adalah sebuah perkumpulan pemuda yang ada di Banda Aceh dan terbentuk tanggal 27 Desember 2012. The Leader beranggotakan sepuluh pemuda dari berbagai latar belakang minat dan profesi yang berbeda mulai dari dokter, pengusaha, aktivis pariwisata, penyiar, hingga mahasiswa dan punya keinginan besar untuk ‘berbuat sesuatu’ sejak dari level komunitas hingga level global.
Menurut Hijrah, awalnya pembentukannya karena mereka menyadari banyak sekali masalah di dunia, khususnya di Aceh. Mulai dari kemiskinan, kerusakan ekosistem, korupsi, kualitas pendidikan yang rendah, pelanggaran HAM, hingga praktik politik praktis yang tidak beretika. Mereka percaya, sebenarnya yang dibutuhkan oleh Aceh untuk menyelesaikan masalah tersebut bukanlah uang yang banyak, fasilitas tercanggih, atau pun produk peraturan pemerintah paling mutakhir, melainkan pemuda-pemudanya yang memiliki kapasitas dan ketulusan hati untuk mengabdi kepada daerahnya. “Karena semangat itulah kami lahir,” ujarnya akhir Juli 2014 lalu.
Pembentukan The Leader, kata Hijrah, diawali dengan ide beberapa dari mereka selepas mengikuti Youth Leadership Camp yang digagas Forum bangun Aceh (FBA) pada 2010 silam. Dari situ, mereka sering berkumpul untuk membicarakan bagaimana membangun Aceh melalui pembangunan para anak-anak muda.
Mereka berembuk dan mencari beberapa kawan yang punya kemauan sama dan punya prestasi. Alhasil berkumpullah sepuluh pemuda-pemudi yang punya cita-cita sama untuk membentuk The Leader pada Desember 2012. Mereka punya bidang masing-masing dan keahlian; Hijrah Saputra (Wirausaha), Ramadhan (sosial media), M Fathun (pengembangan pemuda), Tiara Fatimah (seni budaya), Dr Salwiyadi (kesehatan), Tarwis (lingkungan, plora-fauna), Riska Nadya (kesehatan), Mifta Sugesty (psikologi, pendidikan), Yuli Khairani (multimedia) dan M. Asy Syauqie (IT).
“Kami sebuah organisasi yang semi komunitas,” kata M Fathun yang didampuk sebegai koordinator The Leader.
Mereka kemudian menggagas berbagai kegiatan program, membuat kegiatan yang belum pernah dibuat. Salah satunya adalah ‘Dream Maker’ yang bertujuan untuk membangkitkan mimpi-mimpi pemuda Aceh untuk membuat perubahan sendiri. “Misalnya anak-anak Aceh yang mimpi berwirausaha, bisa mengikuti programnya. Kami mendidik.”
Fathun yang sering mengikuti berbagai kegiatan di luar negeri untuk pertukaran pelajar dan pemuda, juga siap berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada pemuda Aceh yang menginginkan hal sama. Sesama anggota The Leader juga saling support satu sama lain, saling mendukung untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan masing-masing.
Progam ‘Dream Maker’ mendapat penghargaan, masuk sebagai finalis Millenium Development Goals (MDGs) Award 2013 kategori pendidikan. Mereka pun diundang ke Istana Negara beraudiensi dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Maret 2014. “Kami sama sekali tidak menyangka, program tersebut menjadi program unggulan,” ujar Fathun, duta wisata Kota Banda Aceh 2011 dan duta wisata Aceh 2012 ini.
Dream Maker adalah sebuah program kemah kepemudaan selama 3 hari. Dimana pemuda dari seluruh Aceh berkumpul, berdiskusi, dan saling menginspirasi. Sepanjang 2013, mereka telah melaksanakan kegiatan Dream Maker di Aceh dengan road show di lima kabupaten/kota; Aceh Selatan, Aceh Barat, Bener Meriah, Banda Aceh, dan Pidie.
Para pemuda diberikan materi-materi tentang pengembangan pemuda seperti river of life, dream revolution, public speaking, kepemimpinan, komunikasi, manajemen projek sosial dan menulis. “Peserta juga akan diberikan informasi dan dibina agar dapat aktif terlibat dalam kegiatan lokal, nasional maupun internasional.”
Mereka juga punya beberapa program lainnya. Misalnya ‘Liburan Produktif’ sebuah proyek untuk berjalan-jalan menjelajahi sudut-sudut Aceh bersama pemuda Aceh. Menikmati keindahan dan pesona tempat tujuan, sekaligus melakukan kegiatan sosial bagi masyarakat setempat.
Para pemuda itu juga aktif melakukan kampanye-kampanye di media sosial bekerja sama dengan beberapa jaringan lainnya. Kampanye dan advokasi isu-isu yang menjadi perhatian The Leader berkaitan dengan pendidikan, kebudayaan, pariwisata, kesehatan, kewirausahaan, dan kebencanaan.
The Leader masih beranggotakan 10 orang. Kata Ramadhan, mereka akan mencari anggota baru akhir tahun ini. “Mungkin sepuluh atau sebelas orang lagi untuk bergabung menjadi anggota The Leader yang baru,” ujarnya.
Menurutnya, mereka sering diundang oleh beberapa organisasi pemuda maupun mahasiswa untuk menjadi inspitator. Maklum, rata-rata mereka punya prestasi, seperti duta wisata, duta pemuda Aceh maupun yang pernah mengikuti pertukaran pelajar/pemuda ke luar negeri.
Misalnya mereka pernah diajak oleh beberapa kampus untuk membangun ispirasi bagi mahasiswa dalam bekarya mampu mengembangkan kapasitas diri. “Kami sering diundang kampus-kampus dan sekolah-sekolah di Aceh,” kata Ramadhan yang pernah mengikuti Indonesia Culture and Nationalism (ICN) Conference 2014, pada Mei 2014 lalu di Banten.
***
The Leader mengaku tak punya banyak uang untuk bekarya. Dalam setiap kegiatannya, mereka lebih banyak merogoh kantong sendiri dan mengharapkan donasi dari perorangan tanpa ikatan. Selebihnya, mereka mengandalkan jejaring organisasi lainnya yang punya keinginan untuk membangun generasi muda.
Misalnya untuk kegiatan di Bener Meriah, mereka mengandalkan kawan-kawan di kabupaten itu yang aktif dalam kumpulan duta wisata setempat. Juga di Aceh Barat, mereka mengandalkan lokal patner untuk melakukan serangkaian road show. “Jadinya setiap kegiatan gak perlu banyak uang, yang penting mau saja,” kata Hijrah.
Untuk kampanye media sosial juga sama. Menurut Tiara Fatimah yang penyiar salah satu radio di Aceh, mereka akan mengajak beberapa kawan-kawan yang aktif dalam media sosial seperti twitter dan facebook untuk kampanye bersama untuk isu-isu yang membangun.
Mereka juga pernah bekerja sama dengan BKKBN Aceh untuk sosialisasi kepada generasi muda terkait HIV dan narkoba, yang menyasar kelompok usia 15 – 24 tahun. “Kami keluar masuk sekolah dan komunitas untuk sosialisasi ini,” kata Nadya, calon dokter yang menangani bidang kesehatan di The Leader.
Saat ini mereka juga dipercaya komunitas Indonesian Future Leader (IFL) yang menggagas Parlemen Muda sebagai patner di Aceh. IFL mengumpulkan anak-anak muda seluruh Indonesia untuk diperkenalkan bagaimana parlemen Indonesia bekerja. [Adi W|TEMPO English Edisi Agustus]
Source : http://www.bandaacehtourism.com/budaya/sosok/the-leader-membangkitkan-pemuda-aceh/#.VFT3GWfi94O
Kantor yang terletak di kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh memakai lantai sebuah dua ruko. Lantai satunya adalah tempat Hijrah Saputra, seorang inisiator Leader mengembangkan bisnisnya, baju-baju berlabel ‘Piyoh’.
The Leader adalah sebuah perkumpulan pemuda yang ada di Banda Aceh dan terbentuk tanggal 27 Desember 2012. The Leader beranggotakan sepuluh pemuda dari berbagai latar belakang minat dan profesi yang berbeda mulai dari dokter, pengusaha, aktivis pariwisata, penyiar, hingga mahasiswa dan punya keinginan besar untuk ‘berbuat sesuatu’ sejak dari level komunitas hingga level global.
Menurut Hijrah, awalnya pembentukannya karena mereka menyadari banyak sekali masalah di dunia, khususnya di Aceh. Mulai dari kemiskinan, kerusakan ekosistem, korupsi, kualitas pendidikan yang rendah, pelanggaran HAM, hingga praktik politik praktis yang tidak beretika. Mereka percaya, sebenarnya yang dibutuhkan oleh Aceh untuk menyelesaikan masalah tersebut bukanlah uang yang banyak, fasilitas tercanggih, atau pun produk peraturan pemerintah paling mutakhir, melainkan pemuda-pemudanya yang memiliki kapasitas dan ketulusan hati untuk mengabdi kepada daerahnya. “Karena semangat itulah kami lahir,” ujarnya akhir Juli 2014 lalu.
Pembentukan The Leader, kata Hijrah, diawali dengan ide beberapa dari mereka selepas mengikuti Youth Leadership Camp yang digagas Forum bangun Aceh (FBA) pada 2010 silam. Dari situ, mereka sering berkumpul untuk membicarakan bagaimana membangun Aceh melalui pembangunan para anak-anak muda.
Mereka berembuk dan mencari beberapa kawan yang punya kemauan sama dan punya prestasi. Alhasil berkumpullah sepuluh pemuda-pemudi yang punya cita-cita sama untuk membentuk The Leader pada Desember 2012. Mereka punya bidang masing-masing dan keahlian; Hijrah Saputra (Wirausaha), Ramadhan (sosial media), M Fathun (pengembangan pemuda), Tiara Fatimah (seni budaya), Dr Salwiyadi (kesehatan), Tarwis (lingkungan, plora-fauna), Riska Nadya (kesehatan), Mifta Sugesty (psikologi, pendidikan), Yuli Khairani (multimedia) dan M. Asy Syauqie (IT).
“Kami sebuah organisasi yang semi komunitas,” kata M Fathun yang didampuk sebegai koordinator The Leader.
Mereka kemudian menggagas berbagai kegiatan program, membuat kegiatan yang belum pernah dibuat. Salah satunya adalah ‘Dream Maker’ yang bertujuan untuk membangkitkan mimpi-mimpi pemuda Aceh untuk membuat perubahan sendiri. “Misalnya anak-anak Aceh yang mimpi berwirausaha, bisa mengikuti programnya. Kami mendidik.”
Fathun yang sering mengikuti berbagai kegiatan di luar negeri untuk pertukaran pelajar dan pemuda, juga siap berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada pemuda Aceh yang menginginkan hal sama. Sesama anggota The Leader juga saling support satu sama lain, saling mendukung untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan masing-masing.
Progam ‘Dream Maker’ mendapat penghargaan, masuk sebagai finalis Millenium Development Goals (MDGs) Award 2013 kategori pendidikan. Mereka pun diundang ke Istana Negara beraudiensi dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Maret 2014. “Kami sama sekali tidak menyangka, program tersebut menjadi program unggulan,” ujar Fathun, duta wisata Kota Banda Aceh 2011 dan duta wisata Aceh 2012 ini.
Dream Maker adalah sebuah program kemah kepemudaan selama 3 hari. Dimana pemuda dari seluruh Aceh berkumpul, berdiskusi, dan saling menginspirasi. Sepanjang 2013, mereka telah melaksanakan kegiatan Dream Maker di Aceh dengan road show di lima kabupaten/kota; Aceh Selatan, Aceh Barat, Bener Meriah, Banda Aceh, dan Pidie.
Para pemuda diberikan materi-materi tentang pengembangan pemuda seperti river of life, dream revolution, public speaking, kepemimpinan, komunikasi, manajemen projek sosial dan menulis. “Peserta juga akan diberikan informasi dan dibina agar dapat aktif terlibat dalam kegiatan lokal, nasional maupun internasional.”
Mereka juga punya beberapa program lainnya. Misalnya ‘Liburan Produktif’ sebuah proyek untuk berjalan-jalan menjelajahi sudut-sudut Aceh bersama pemuda Aceh. Menikmati keindahan dan pesona tempat tujuan, sekaligus melakukan kegiatan sosial bagi masyarakat setempat.
Para pemuda itu juga aktif melakukan kampanye-kampanye di media sosial bekerja sama dengan beberapa jaringan lainnya. Kampanye dan advokasi isu-isu yang menjadi perhatian The Leader berkaitan dengan pendidikan, kebudayaan, pariwisata, kesehatan, kewirausahaan, dan kebencanaan.
The Leader masih beranggotakan 10 orang. Kata Ramadhan, mereka akan mencari anggota baru akhir tahun ini. “Mungkin sepuluh atau sebelas orang lagi untuk bergabung menjadi anggota The Leader yang baru,” ujarnya.
Menurutnya, mereka sering diundang oleh beberapa organisasi pemuda maupun mahasiswa untuk menjadi inspitator. Maklum, rata-rata mereka punya prestasi, seperti duta wisata, duta pemuda Aceh maupun yang pernah mengikuti pertukaran pelajar/pemuda ke luar negeri.
Misalnya mereka pernah diajak oleh beberapa kampus untuk membangun ispirasi bagi mahasiswa dalam bekarya mampu mengembangkan kapasitas diri. “Kami sering diundang kampus-kampus dan sekolah-sekolah di Aceh,” kata Ramadhan yang pernah mengikuti Indonesia Culture and Nationalism (ICN) Conference 2014, pada Mei 2014 lalu di Banten.
***
The Leader mengaku tak punya banyak uang untuk bekarya. Dalam setiap kegiatannya, mereka lebih banyak merogoh kantong sendiri dan mengharapkan donasi dari perorangan tanpa ikatan. Selebihnya, mereka mengandalkan jejaring organisasi lainnya yang punya keinginan untuk membangun generasi muda.
Misalnya untuk kegiatan di Bener Meriah, mereka mengandalkan kawan-kawan di kabupaten itu yang aktif dalam kumpulan duta wisata setempat. Juga di Aceh Barat, mereka mengandalkan lokal patner untuk melakukan serangkaian road show. “Jadinya setiap kegiatan gak perlu banyak uang, yang penting mau saja,” kata Hijrah.
Untuk kampanye media sosial juga sama. Menurut Tiara Fatimah yang penyiar salah satu radio di Aceh, mereka akan mengajak beberapa kawan-kawan yang aktif dalam media sosial seperti twitter dan facebook untuk kampanye bersama untuk isu-isu yang membangun.
Mereka juga pernah bekerja sama dengan BKKBN Aceh untuk sosialisasi kepada generasi muda terkait HIV dan narkoba, yang menyasar kelompok usia 15 – 24 tahun. “Kami keluar masuk sekolah dan komunitas untuk sosialisasi ini,” kata Nadya, calon dokter yang menangani bidang kesehatan di The Leader.
Saat ini mereka juga dipercaya komunitas Indonesian Future Leader (IFL) yang menggagas Parlemen Muda sebagai patner di Aceh. IFL mengumpulkan anak-anak muda seluruh Indonesia untuk diperkenalkan bagaimana parlemen Indonesia bekerja. [Adi W|TEMPO English Edisi Agustus]
Source : http://www.bandaacehtourism.com/budaya/sosok/the-leader-membangkitkan-pemuda-aceh/#.VFT3GWfi94O